Sejarah Kesenian Buraq dari Cirebon

    Sejarah Kesenian Buraq dari Cirebon

    CIREBON - Buraq atau Al-Barqu adalah kendaraan Nabi Muhammad SAW yang memiliki arti cahaya atau kilat karena dapat menempuh jarak yang sangat jauh.

    Saat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra Mi'raj yang merupakan perjalanan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa atas perintah Allah SWT. Agar umatnya beriman dan menjalankan salat 5 waktu yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya.

    1. Sunan Kalijaga.


    Kesenian Buraq pertama kali diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau mengajak masyarakat untuk berkumpul kemudian memberikan dakwah agama Islam mengenai salat 5 waktu. Jadi, beliau menyampaikan dakwah sama halnya dengan seni wayang. Kesenian Buraq merupakan sarana terbuka untuk saling bersilaturahmi.

    Buraq yang digambarkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga memiliki wajah perempuan cantik dan kepalanya dikenakan kerudung. 

    Buraq merupakan nama kearifan lokal yang sudah di kenal masyarakat Cirebon. Masyarakat turun temurun melestarikan Buraq. Masyarakat percaya kesenian Buraq pada resepsi khitanan yaitu sebuah proses komunikasi antara manusia dengan sang pencipta.

    Tujuan seni pertunjukan Buraq pada awalnya sebagai sarana dakwah islam di pulau Jawa. Mengingat kegiatan penyampaian ajaran akan lebih efektif dengan menggunakan media hiburan. 

    2. Iringan Musik

    Iringan dalam seni Buraq sangat penting karena musik dalam seni Buraq disertai dengan musik dan ada ilustrasi musik dari awal hingga akhir pertunjukan Buraq. Seiring perkembangan zaman, alat musik iringan Buraq juga mengalami perubahan menjadi musik dangdut. 

    3. Rahwana Gugur.


    Dalam akhir acara, Rahwana Gugur dalam pertunjukan kesenian Buraq menceritakan tentang pelemparan kebel merupakan ritual sakral yang wajib dalam pertunjukan Buraq. Rahwana di sini bukan diceritakan sebagai kisah Ramayana, melainkan sebagai tokoh antagonis yang ingin taubat karena perbuatannya yang buruk dengan membantu masyarakat yang sedang kesusahan. Taubat yang ingin dilakukan Rahwana adalah taubatan nasuha, yang memiliki syarat bahwa berhenti melakukan perbuatan buruk selamanya.

    Diceritakan Gerandong yang merupakan Patih dari Rahwana diberi perintah oleh Rahwana untuk membantu pelemparan kebel tuan hajat. Kebel adalah membuang sial, yang dimaksud yaitu membuang sebuah bantal. Bantal diartikan sebagai tempat imajinasi atau khayalan di dunia dengan harapan segala macam malapetaka yang tidak diinginkan menjauh dari yang punya hajat.

    Pada saat pertunjukan, Rahwana dan Gerandong masuk ke dalam rumah tuan hajat dan di tugaskan untuk mengusir roh-roh jahat di dalam rumah dan di masukkan kedalam bantal tersebut. Lalu melempar kebel ke atas rumah tuan hajat untuk menghindari bencana yang akan datang. 

    Namun saat perintah pelemparan kebel terlaksanakan, tiba-tiba Hanoman datang menghampiri Rahwana dan Gerandong untuk meminta pertanggungjawaban atas kerusakan yang telah mereka lakukan di bumi. Gerandong tidak terima atas tuntutannya tersebut. Sehingga terjadilah pertarungan sengit antara Rahwana dengan Hanoman. Setelah Hanoman mengalahkan Gerandong, selanjutnya ia akan bertarung melawan Rahwana. 

    Ketika bertarung melawannya, Rahwana sulit untuk di bunuh dan sombong karena merasa tidak akan pernah terluka bahkan mati. Akibat dari kesaktian yang dimiliki Rahwana yaitu ilmu Rawaronte dan Pancasona. Demi menghilangkan kesombongan Rahwana, maka Hanoman akan mematahkan ilmu Rawaronte dan Pancasona  yang dimiliki Rahwana. Dengan cara memenggal kepalanya dari badannya. Pada akhirnya kesombongan yang dimiliki Rahwana menghilang, sehingga Rahwana dapat melakukan taubatan nasuha atas kematiannya.

    Sumber / Penulis : Dani Cirebon 

    kesenian buraq cirebon jawa barat sejarah
    Suferi

    Suferi

    Artikel Sebelumnya

    Lakukan Kunjungan ke Cirebon, Puan Maharani...

    Artikel Berikutnya

    Temani Ketua DPR RI, Bupati Cirebon Siap...

    Berita terkait